Jumat, 12 November 2010

PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI


A.       Latar Belakang
Kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi dari sekian banyak dimensi yang sangat penting dalam pendidikan. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pen­didikan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pem­belajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembel­ajaran yang dilakukan guru.
Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan, misalnya apakah proses pembelajaran sudah baik dan dapat dilanjutkan atau masih perlu perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, di samping kurikulum yang cocok dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik dan terencana. Seorang guru yang professional harus menguasai ketiga dimensi tersebut, yaitu penguasaan kurikulum termasuk di dalamnya penguasaan materi, penguasaan metode pengajaran, dan penguasaan penilaian. Apabila guru memiliki kelemahan dalam satu dimensi, tentunya hasil belajar akan kurang optimal.
Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content-based curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) yang lebih dikenal dengan kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) selain mengakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi tentang apa yang harus dikuasai peserta didik (kompetensi), Perubahan kurikulum juga membawa implikasi terjadinya perubahan penilaian. Perubahan penilaian dimaksud adalah dari pe­nilaian pendekatan norma ke penilaian yang menggunakan acuan kriteria dan standar, yaitu aspek yang menunjukkan seberapa kompeten peserta didik menguasai materi yang telah diajarkan. Penilaian  pembelajaran perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan dan mencakup penilaian terhadap proses belajar dan penilaian terhadap hasil belajar. Untuk mencapai tujuan penilaian pembelajaran itu dapat dilakukan dengan berbagai cara yang muaranya adalah penilaian penampilan siswa dalam prestasi akademik, tingkah laku dan sikap. Tingkah laku dan sikap yang dimaksud antara lain berupa kerjasama dengan siswa lain, cara pemanfaatan waktu disekolah oleh setiap siswa, kesetiaan dan perhatian kepada peraturan sekolah yang telah disepakati, tingkat usaha dalam meningkatkan kemampuannya dan tanggung jawab dalam belajar. Konsep penilaian ini merupakan konsep penilaian berbasis kompetensi.
Penilaian berbasis kompetensi dilakukan   secara berkelanjutan, terus-menerus, dengan alat  ukur maupun tehnik yang bervariasi, berbasis kinerja nyata, mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga penguasaan dan ketercapaian kompetensi siswa  benar-benar dapat terwujud. Untuk melaksanakan penilaian dapat dilakukan dengan tehnik tes dan non tes.
B.   Konsep Dasar Kurikulum Berbasis kompetensi
       Dalam dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan. Hal ini berarti bahwa dalam kurikulum berbasis kompetensi  menekankan kompetensi atau kemampuan  apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu sedangkan secara operasional diserahkan kepada guru di lapangan.
       Kompetensi merupakan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor) yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sehingga mampu menghadapi persoalan yang dihadapinya. Senada dengan McAshan mengatakan bahwa kompetensi merupakan suatu pengetahuan, keterampilan,  dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
Lebih jauh Gordon dalam Sanjaya (2005:12) menjelaskan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi sebagai berikut:
1.    Pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya akan dapat melakukan proses berpikir ilmiah untuk memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai tentang langkah-langkah berpikir ilmiah
2.    Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimilki oleh individu. Misalnya siswa hanya mungkin dapat memecahkan masalah ekonomi manakala ia memahami konsep-konsep ekonomi
3.    Keterampilan  (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. Misalnya siswa hanya mungkin dapat melakukan pengamatan tentang mikroorganisme manakala ia memiliki  keterampilan bagaimana cara menggunakan microscope sebagai alat.
4.    Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya. Misalnya standar perilaku siswa dalam melaksanakan proses berpikir seperti keterbukaan, kejujuran, demokratis, kasih sayang dan lain sebagainya.
5.    Sikap (attitude), yaitu perasan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, misalnya perasaan senang atau tidak senang terhadap munculnya aturan baru; dan lain sebagainya
6.    Minat ( interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari dan memperdalam materi pelajaran.

Karakteristik Dan Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Depdiknas (2004) mengemukakan Karakteristik KBK sebagai berikut:
1.    Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun secar klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa KBK menekankan kepada ketercapaian kompetensi. Artinya isi KBK pada intinya adalah sejumlah kompetensi yang harus dicapai siswa, kompetensi inilah yang selanjutnya dinamakan standar minimal atau kemampuan dasar.
2.    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemampuan siswa. Sebab diyakini siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.
3.    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa,  maka metode yang digunakan dalam proses  pembelajarran harus bersifat multimetode. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang kemampuan berpikir siswa. Bahwa belajar sebagai proses menerima informasi dari guru, dalam KBK harus ditinggalkan. Belajar adalah proses mencari dan menemukan. Belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa. Oleh sebab itu proses pembelajaran harus bervariasi.
4.    Sumber belajar bukan hanya dari guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Artinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi, dewasa ini siswa bisa belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia.
5.    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaran KBK tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran , akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut. Oleh sebab itu, KBK menempatkan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi yang sama pentingnya.
Adapun tujuan kurikulum berbasis kompetensi adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menghadapi perannnya dimasa datang dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup (life skill)  adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari dan menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

C.   Pengertian Penilaian Berbasis Kompetensi
       Secara sederhana penilaian dapat dimaknai sebagai proses sistematis yang meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Kompetensi dapat diartikan kebulatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat didemonstrasikan atau ditampilkan oleh siswa dalam berpikir dan bertindak. Jadi penilaian berbasis kompetensi merupakan Penilaian  berdasarkan kriteria yang mengacu pada kompetensi, menjawab seberapa baik unjuk kerja siswa.
       Penilaian berbasis kompetensi sebagaimana termuat dalam kurikulum 2004 mengarah pada penilaian ketercapaian   standar kompetensi dan  kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan dalam beberapa indikator. Standar kompetensi merupakan standar kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mempelajari suatu topik atau mata pelajaran. Sedangkan kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki atau dapat dilakukan/ ditampilkan oleh siswa dari suatu standar kompetensi pada suatu mata pelajaran tertentu. Indikator merupakan karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda dari perbuatan atau respon yang harus dilakukan atau ditunjukkan siswa agar dapat dikatakan bahwa siswa tersebut telah mencapai kompetensi dasar yang dicirikan itu. Oleh karena itu indikator dalam dokumen kurikulum 2004 dapat diartikan sebagai indikator pencapaian kompetensi siswa. dengan demikian dapat menjadi salah satu acuan dalam membuat soal untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa.

D.   Manfaat Penilaian
1.        Untuk mengetahui tingkat pencapai kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
2.        Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi..
3.        Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
4.        Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
5.        Untuk memberikan pilihan alternatif penilaian kepada guru.

E.   Fungsi Penilaian
Penilaian berbasis kompetensi  memiliki fungsi sebagai berikut:
1.    Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2.    Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3.    Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4.    Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya. 
5.    Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

F.    Karakteristik Penilaian
1.         Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, misalnya kompetensi ” mempraktikkan gerak dasar jalan..”, maka penilaian valid apabila mengunakan penilaian unjuk kerja. Jika menggunakan tes tertulis maka penilaian tidak valid.
2.         Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, guru menilai dengan unjuk kerja, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan unjuk kerja  dan penskorannya harus jelas.
3.         Menyeluruh
Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar. Penilaian harus menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil  kompetensi peserta didik.
4.         Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Ø  Semua komponen indikator (pencapaian kompetensi) dijadikan acuan untuk pembuatan instrument penilaian.
Ø  Hasil pengujian dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai siswa serta kesulitan yang dihadapi siswa, sehingga dapat ditentukan langkah pembelajaran berikutnya (pembelajaran remedial atau pengayaan) dan ujian berikutnya.
Ø  Penilaian dapat dilakukan dengan tehnik tes dan nontes
Ø  Penilaian dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung (ditengah atau akhir setiap pertemuan sebagai penilaian proses) dan pada akhir belajar suatu kompetensi dasar.
5.         Obyektif
     Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam  pemberian  skor.
6.         Mendidik
Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
G.   Aspek Penilaian
       Ada  tiga aspek penilaian dalam penilaian berbasis kompetensi, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
1.    Aspek kognitif (pengetahuan), terbagi atas beberapa tingkatan yaitu:
a)      Pengetahuan; berkenaan dengan kemampuan berupa hafalan dan ingatan, misalnya hafal tentang simbul, istilah, fakta, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, metode. Contohnya diberikan sebuah pecahan dan siswa dapat menyebutkan penyebutnya.
b)      Pemahaman; berkenaan dengan kemampuan mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna, memberikan interpretasi. Dalam matematika misalnya mampu mengubah soal kata-kata kedalam simbul atau sebalinya, mampu mengartikan suatu kesamaan, mampu memperkirakan suatu kecenderungan dari diagram.
c)      Aplikasi; berkenaan dengan kemampuan  seseorang menggunakan apa yang telah diperolehnya ( aturan, dalil, prosedur) di dalam situasi khusus yang baru dan konkrit.
d)     Analisis; berkenaan dengan kemampuan memisahkan materi (informasi) kedalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antar bagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal)  komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dan khayalan. Ke dalam analisis termasuk juga kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi, tetapi baru dalam tahap analisis.
e)      Sintesis; berkenaan dengan kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya, potongan-potongannya, unsur-unsurnya dan menyusunnya menjadi satu kebulatan seperti  pola dan struktur. Misalnya siswa dapat membuktikan bahwa jumlah n buah bilangan asli ganjil berurutan sama dengan n2.
f)       Evaluasi; kemampuan yang dimiliki siswa bila ia mampu membuat kriteria, memberikan pertimbangan, mengkaji (kekeliruan, ketepatan, ketetapan/reliabilitas), dan mampu menilai.
2.    Aspek afektif, mencakup:

a)    Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) tentang matematika yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan tentang pelajaran matematika.

b)   Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh siswa terhadap stimulasi tentang matematika. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus tentang matematika yang datang kepada dirinya.

c)    Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terha­dap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman un­tuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d)    Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke da­lam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

e)    Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

Untuk menjabarkan tipe belajar afektif sehingga lebih jelas apa yang harus dinilai, maka terdapat beberapa komponen afektif yang penting untuk diukur, meliputi: sikap, minat, konsep diri, dan nilai (keyakinan).
Sikap siswa terhadap pelajaran khususnya matematika menyangkut perbuatan, perasaan, pikiran siswa pada saat mengikuti pelajaran atau mengerjakan tugas-tugas dari guru, yang didasarkan pada pendapat atau keyakinan pribadi. Sikap siswa dalam belajar matematika  dapat positif, negatif atau netral. Minat siswa terhadap pelajaran  khususnya matematika berhubungan dengan keingintahuan, kecenderungan (hati) siswa yang tinggi, gairah atau keinginan terhadap matematika dan segala masalah yang terdapat di dalamnya. Siswa yang memiliki minat terhadap matematika diharapkan prestasi belajar matematika akan meningkat dan bagi yang tidak berminat biasanya sulit untuk meningkatkan prestasi belajar matematikanya. Konsep diri siswa terhadap pelajaran  khususnya matematika berhubungan dengan pandangan terhadap kemampuan diri dalam belajar matematika. Nilai (keyakinan) siswa dalam pelajaran khususnya matematika berhubungan dengan keyakinan siswa terhadap keadaan atau obyek yang terkait dengan matematika, misalnya: keyakinan terhadap kinerja guru, batas kemampuan diri, kemanfaatan belajar matematika dll. Dalam pembelajaran  aspek afektif yang diukur dapat menyangkut sikap, minat dan konsep diri. Penilaiannya dilakukan secara integrative.
3.    Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotiris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu, mencakup:

a)   Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);

b)   Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

c)    Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;

d)    Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

e)    Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;

f)     Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
Dalam kurikulum 2004 kompetensi matematika atau kemahiran/kecakapan matematika yang diharapkan untuk dicapai siswa melalui belajar matematika mencakup kemampuan sebagai berikut.
a.         memahami konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep. mengaplikasikan konsep atau prosedur secara luwes. akurat. efisien dan tepat dalam pemecahan masalah;
b.    mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, label, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah;
c.   menggunakan penalaran pada pola. sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
d.    menunjukkan kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), Menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah
e.    memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan

Indikator bahwa siswa memahami konsep ditunjukkan oleh kemampuan :
a.    menyatakan ulang sebuah konsep, misalnya “ apa yang dimaksud dengan garis berat segitiga”?
b.    mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, misalnya “perhatikan bilangan-bilangan berikut: 18, 24, 44, 25, 52, 65, 126. Diantara bilangan tersebut, manakah bilangan yang merupakan bilangan kelipatan 9, kelipatan 5, dan kelipatan 4”?
c.    memberi contoh dan non contoh dari konsep, misalnya “manakah diantara bangun-bangun berikut yang merupakan bangun yang memiliki dua pasang sisi sejajar”?
d.    menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, misalnya “ perhatikan diagram panah berikut  ini:
           

Nyatakan relasi himpunan A ke himpunan B dalam;
(1)   himpunan pasangan berurutan, dan
(2). grafik Cartesius.
e.    mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, misalnya “Perhatikan pernyataan: "Setiap persegi adalah persegipanjang", dari pernyataan tersebut mampukah siswa menentukan syarat perlu dan syarat cukup dari persegi dan persegipanjang. Bila teiah mengetahui, maka siswa tentu akan dapat menyimpulkan apakah pernyataan tersebut benar atau salah”.
f.     menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, misalnya “Nyatakan persamaan berikut ini daiam bentuk persamaan paling sederhana, kemudian tentukan himpunan penyelesaiannya bila x adalah bilangan bulat 2x - 5 = 3(x + 1)
Disini siswa dituntut untuk menggunakan prosedur apa yang seharusnya tepat dilakukan. Kapan ia mengalikan, menggunakan hukum distributif, menambah, atau membagi kedua ruas dengan bilangan yang sama sehingga menemukan persamaan yang paling sederhana. Akhirnya siswa dapat menentukan himpunan penyelesaiannya.
g.    mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah, misalnya “jarak solo –semarang adalah 100 km. budi naik motor dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Bila ia berangkat dari solo pukul 19.30, pada pukul berapa ia sampai di kota semarang”?
Indikator   keberhasilan    melakukan    penalaran   dan    komunikasi   ditunjukkan   oleh kemampuan:
a.    menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram, misalnya “Pada suatu pertemuan dapat diketahui bahwa; 12 orang memakai baju putih, 21 orang memakai baju biru, 10 orang memakai baju merah, 5 orang memakai baju motif bunga. Siswa dapat menyatakan "cerita" tersebut ke dalam suatu diagram” .
b.   mengajukan dugaan, misalnya “Pada kemampuan ini diharapkan siswa mampu (dengan nalarnya) menduga hasil suatu jawaban. Misalnya 79,9 x 29 hasilnya tentu tidak lebih dari 2400. Contoh lain adaiah siswa tidak akan percaya dengan hasil perhitungannya bila hasilnya tidak rasional, misalnya kecepatan berjalan kaki seseorang 75 km/j, luas bangunan rumah 50 cm2, panjang diagonal persegi lebih pendek dari panjang sisinya, dan Iain-Iain
c.    melakukan manipulasi matematika, misalnya “Selesaikan persamaan berikut ini, kemudian tentukan himpunan penyelesaiannya; 4(2/x+3)2 = 25
Bagi siswa yang pandai melakukan manipulasi matematika tentu akan memisalkan 2/x + 3 = p,  sehingga seteiah menemukan nilai p, dapat pula ditentukan nilai x.
d.    menarik   kesimpulan,   menyusun   bukti,   memberikan   alasan   atau   bukti   terhadap kebenaran solusi, misalnya “jumlah sudut dalam suatu segitiga adalah 180°. Dari pernyataan itu, maka diharapkan siswa dapat menarik kesimpulan bahwa setiap segitiga sekurang-kurangnya memiliki dua sudut lancip”.
e.         menarik kesimpulan dari pernyataan, misalnya “Perhatikan pernyataan berikut ini: a = b dan b = c. Apa kesimpulan dari pernyataan tersebut?
f.    memeriksa kesahihan suatu argument, misalnya “2°=1, 4°=1,5°=l,6°=1, maka ditarik kesimpulan bahwa ; "setiap bilangan bulat bila dipangkatkan nol hasilnya adalah 1". Apakah berdasarkan argumen di atas, kesimpulan tersebut benar? Mengapa?
g.    menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, misalnya “ siswa dapat menunjukan atau membuktikan bahwa perkalian dua bilangan negatif hasilnya adalah bilangan positif.
Indikator  keberhasilan memecahkan masalah ditunjukkan oleh kemampuan:
a.    Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah. Contoh: Misalkan siswa diberi permasalahan seperti berikut ini. Luas suatu persegi panjang 40 satuan. Persegi panjang itu dibagi menjodi 4 bagian dengan luas masing-masing bagian adalah 7, 8. n dan x satuan, dengan x > n. Jika selisih dari x dan n ada 5 satuan, tentukan luas persegi panjang yang belum diketahui. Siswa mampu mengidentifikasi apa yang diketahui dan yang ditanyakan (dituntut agar dijawab) dari permasalahan.
b.   Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. Contoh: Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat mengorganisasi data luas persegi panjang yaitu 40 dengan data luas tiap bagian persegi panjang yaitu 7, 8. n, x dan mengaitkannya yaitu 7 + 8 + n + x = 40 . Siswa juga mengenali hubungan antara x dan n yaitu x > n.
c.         Kemampuan menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. Contoh: Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat menyajikan masalah secara matematika dalam bentuk model matematika, yaitu: Luas persegi panjang = 40, jumlah luas seluruh bagian persegi panjang = 7 + 8 + n + x dan selisih luas pada 2 bagian = x-n= 5.
d.   Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. Contoh: Untuk memecahkan permasalahan pada butir 1, siswa dapat memilih pendekatan berpikir logis terhadap data-data yang dimiiiki. Siswa mampu berpikir bahwa x - n = 5 mempunyai hubungan dengan luas seluruh persegi panjang dan luas bagian-bagiannya sehingga dapat disubstitusikan.
e.    Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah. Contoh: Permasalahan pada butir 1. siswa dapat mengembangkan strategi pemecahan masalah berupa 40^7 + 8 + n + x dan x - n = 5.
f.     Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. Contoh: Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat membuat dan menafsirkan model yaitu: 40 = 7 + 8 + n-x. Padahal x - n = 5 atau x = n + 5 , sehingga 40 = 7 + 8 + n+ n + 5 atau 40 = 20 + 2n atau 2n = 40 - 20 = 20 atau n = 10. Karena n - 10 maka x = 10 + 5 = 15. Jadi luas bagian persegi panjang yang belum diketahui adalah 10 dan 15 satuan luas.
g.         Kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Masalah rutin adalah masalah yang penyelesaiannya dapat diperoleh secara langsung dengan menerapkan satu atau lebih algoritma berdasar data-data yang diketahui. Contoh: Suatu persegi panjang mempunyai luas 40 satuan. Persegi panjang tersebut dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Berapa luas masing-masing bagian?. Jawaban permasalahan ini dapat diperoleh secara langsung dengan menerapkan prosedur pembagian, yaitu 40 : 4 = 10, sehingga jawabannya adalah 10 satuan. Contoh masalah tidak rutin: Suatu persegi panjang mempunyai luas 40 satuan. Persegi panjang tersebut dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian I, II, III, dan IV. Luas bagian I tiga kali luas bagian II. Bagian HI dan IV masing-masing *ama luas. Jumlah luas bagian HI dan IV sama dengan luas bagian I. Berapa luas masing-masing bagian?.

H . Penilaian Proses dan Hasil Pembelajaran
Penilaian pembelajaran terhadap kompetensi siswa mencakup penilaian proses dan hasil pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung pada setiap pertemuan demi pertemuan sampai selesai dipelajarinya satu kompetensi dasar oleh siswa. Penilaian proses pada setiap pertemuan dapat dilakukan pada awal, tengah atau akhir pertemuan.
Hasil penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada setiap akhir pertemuan memberi gambaran tentang hasil (sementara) dari siswa pada pertemuan itu. Hasil penilaian itu menjadi acuan bagi guru dalam menentukan langkah pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Dengan hasil itu guru dapat memutuskan apakah rencana pembelajaran yang telah diangankan dan dibuat dapat diteruskan pelaksanaannya atau harus  dilakukan penyesuaian, atau bahkan pengubahan.
Penilaian proses pembelajaran dilakukan terus menerus pada tiap pertemuan dengan mengacu pada semua indikator yang telah ditetapkan di tiap kompetensi dasar. Dari hasil penilaian beberapa pertemuan pada pembelajaran satu kompetensi dasar akhirnya akan diperoleh deskripsi atau gambaran pencapaian kompetensi tiap siswa pada satu kompetensi dasar yang mencakup semua indikatornya. Penilaian proses pembelajaran dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes yang tagihannya dapat berupa antara lain pertanyaan lisan, kuis, tes perbuatan (misal dalam pengukuran kemampuan psikomotor), pengamatan, pemberian tugas, portofolio.
Penilaian hasil pembelajaran dilakukan minimal setelah satu kompetensi dasar dipelajari. Bila muatan pada satu kompetensi dasar cukup padat, penilaian hasil dapat dilakukan lebih dari satu kali. Fokus penilaian tidak harus pada semua indikator pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan, namun dapat dipilih yang berkenaan dengan indikator-indikator esensial dan mencerminkan hasil akhir pencapaian kompetensi dasarnya. Teknik penilaian hasil pembelajaran dapat dilakukan dengan tes dan non tes. Untuk penilaian pada ranah kognitif dapat dilakukan dengan tagihan berupa antara lain ulangan harian, ulangan blok, portofolio (hasil akhir). Bila dikehendaki adanya ulangan semester maka yang dinilai adalah pencapaian dari kompetensi dasar yang dipelajari siswa menjelang akhir semester yang belum dinilai. Ulangan itu dapat mencakup satu atau lebih beberapa kompetensi dasar. Dengan demikian bila mencakup beberapa kompetensi dasar berarti ulangan semester sama saja dengan ulangan blok.
Struktur materi matematika tersusun secara hirarkis dan sangat ketat. Akibat dari struktur itu maka pemahaman siswa dalam belajar matematika yang diperoleh sebelumnya sangat berpengaruh terhadap diperolehnya pemahaman berikutnya. Siswa yang penguasaan kompetensinya baik akan cenderung lancar dalam mempelajari kompetensi berikutnya dan demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu penilaian proses pembelajaran menjadi sangat penting perannya dalam pembelajaran matematika.
Dengan terus mencermati hasil-hasil penilaian proses pembelajaran dan diikuti dengan tindak lanjut yang tepat diharapkan terbangunnya kompetensi matematika siswa akan lancar. Sebaliknya bila penilaian pembelajaran hanya memperhatikan pada penilaian hasil akhir belajar maka terbangunnya kompetensi matematika siswa akan cenderung terhambat. Tindakan memperbaiki kompetensi matematika siswa akan berhasil optimal bila dilakukan setahap demi setahap.
Penilaian pada ranah afektif dengan teknik pengamatan oleh guru dapat dilakukan pada tiap pertemuan atau beberapa pertemuan sekali. Minimal pada setiap pembelajaran satu kompetensi dasar harus  ada satu kali pengamatan afektif siswa oleh guru. Demikian juga untuk penilaian ranah afektif dengan teknik laporan diri oleh siswa yang dapat dilakukan melalui pengisian angket secara anonim. Idealnya siswa mengisi angket pada setiap akhir pertemuan atau beberapa pertemuan sekali. Namun demikian bila ada keterbatasan dana, waktu dan tenaga maka minimal penilaian afektif dengan teknik laporan diri oleh siswa dilakukan sekali untuk tiap satu kompetensi dasar. Hasil penilaian afektif dengan laporan diri dapat digunakan untuk bahan pembinaan secara klasikal dan umpan balik bagi guru, sedang hasil pengamatan afektif siswa oleh guru dapat digunakan untuk bahan pembinaan secara individual dan klasikal.
Penilaian pada ranah psikomotor dapat dilakukan dengan kombinasi tes dan pengamatan oleh guru. Pelaksanaan penilaiannya dapat dilakukan pada saat proses atau akhir belajar suatu kompetensi dasar, tergantung pada kedudukan kemampuan psikomotor yang dipelajari itu dalam membentuk kompetensi dasarnya. Mengingat bahwa kemampuan psikomotor dalam belajar matematika tak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitifnya maka soal-soal tes yang digunakan untuk menilai kemampuan psikomotor dapat terintegrasi dengan soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif

I.     Tehnik Penilaian
1.    Dilihat dari segi cara pelaksanaannya,  cara penilaian yang  digunakan adalah: kuis, pertanyaan lisan, tugas individu, tugas kelompok, ulangan harian, ulangan blok dan Laporan kerja praktik
a).  Kuis, yaitu pertanyaan singkat yang menanyakan hal-hal prinsip. Kuis dapat diberikan pada awal, tengah atau akhir proses pembelajaran. Jika banyak siswa gagal dalam menyelesaikan kuis, sebaiknya guru mengulangi materi sebelumnya. Kuis dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
b).  Pertanyaan lisan, biasanya diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap konsep, prinsip. Pertanyaan lisan merupakan salah satu cara efektif untuk mengetahui seberapa jauh tahap kemajuan siswa mencapai suatu kompetensi dasar tertentu. Dengan memilih siswa kelompok atas, menengah, dan bawah guru dapat mengetahui apakah suatu kompetensi dasar pada tahap tertentu telah dikuasai siswa atau beluiti.
c).  Tugas individu diberikan dalam waktu-waktu tertentu, misalnya setiap minggu. Bentuk instrumen yang diberikan pada tugas individu hendaknya soal uraian atau soal terbuka (dari segi jawaban atau cara penyelesaian) dan tugas unjuk kerja. Tingkat berpikir yang diuji sebaiknya aplikasi, analisis, bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi.
d).  Tugas kelompok diberikan dalam waktu-waktu tertentu. Tujuannya lebih kepada mengukur kemampuan-kemampuan yang dapat terjadi bila dilaksanakan dengan kerja kelompok, misalnya kemampuan bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dsb. Bentuk' instrumen yang diberikan pada tugas kelompok hendaknya soal uraian atau soal terbuka (dari segi jawaban atau cara penyelesaian) dan tugas unjuk kerja. Tingkat berpikir yang diuji sebaiknya aplikasi, analisis, bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi.
e).  Ulangan harian yang dilakukan secara periodik dan dilaksanakan setelah siswa selesai belajar satu kompetensi dasar tertentu. Fungsinya untuk mengukur pencapaian siswa dalam satu kompetensi dasar tertentu. Soal yang digunakan sebaiknya variatif, baik objektif maupun uraian dan yang diukur meliputi kemampuan dalam pemahaman, aplikasi dan analisis.
f).    Ulangan Blok merupakan ulangan yang dilakukan dalam satu waktu untuk menilai pencapaian siswa dalam beberapa kompetensi dasar. Aspek yang dinilai adalah kemampuan esensial pada tiap kompetensi dasar yang akan dinilai pencapainnya.
g).   Laporan kerja praktik dan responsi (untuk mata pelajaran tertentu)
2.    Dilihat dari segi alatnya,  Penilaian dilakukan dengan tehnik tes dan non tes.
a.    Tes
       Tes adalah sekumpulan soal atau pertanyaan yang dipakai untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan pengetahuan atau intelegensi perseorangan atau kelompok (Ruseffendi, 1991). Sementara Sudijono (1995) menyatakan bahwa cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga ( atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkahlaku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
1).   Jenis tes
a)         Tes dengan bentuk dan jawaban berbeda
          Tes dengan jawaban berbeda adalah tes tertulis , lisan, perbuatan, dan penampilan. Keunggulan dan kelemahan tes ini dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:           
Keunggulan tes tulis
Kelemahan tes tulis
•  Penyelenggaraannya dapat dilaksanakan bersama-sama sekaligus
•  Pertanyaan-pertanyaannya sudah terarah dengan baik
•  Materinya sedapat mungkin telah terliput
•  Tingkat    kesukarannya    sudah    sesuai dengan yang diharapkan (proporsional antara soal-soal yang mudah, sedang dan sukar)
•  Jawaban   siswa   sudah   dijamin   akan konsisten
•  Memerlukan waktu dalam pemeriksaan sekalipun dengan soal tipe objektif
•  Adanya peluang bagi yang diuji untuk mencontoh (bekerjasama)
Tes lisan diadakan untuk menghilangkan keraguan penilaian. Maksudnya ialah dalam tes tulisan mungkin saja jawaban siswa itu tidak lengkap, kurang terarah, sebagian hasil jiplakan, sebagian dari pengetahuan dan kemampuannya tidak terungkapkan karena tidak ditanya, dan sebagainya. Sehingga nilai tes talis setelah diadakan tes lisan dapat diluruskan. Keunggulan dan kelemahan tes ini dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:
Keunggulan tes lisan
Kelemahan tes lisan
•   Nilai tes talis setelah diadakan tes lisan dapat diluruskan
•   pada   bidang   studi   lain  misalnya bahasa inggris, tidak hanya untak pelurusan nilai tulisan, tetapi untak menilai  kemampuan  tertento  yang melalui tes talis belum terungkapkan; kemahiran          membaca          dan mengemukakan pendapat
•   Jika penguji  tidak menyiapkan diri secaramatang.
•   Penguji   tidak  bisa   lepas   dari subjektifitas dan kondisi penilai
•   Adanya godaan bagi penilai untak membantu
Bila melalui penilaian tulisan dan lisan itu masih ada yang belum terungkapkan, tes perbuatan dan atau tes penampilan sering diadakan. Pada matematika tes perbuatan itu misalnya; dalam penggunaan jangka, busur, dan alat ukur lainnya untak melakukan lukisan dan meggambar. Tes penampilan ialah tes tentang kebolehan seseorang untak menunjukkan tampang dan kemampuan dalam berpidato, berceramah, mengajar dan semacamnya. Dalam pelajaran matematika tes penampilan dapat dikatakan tidak ada, yang ada hanya bagi gurunya.
b.      Tes dengan pembuatnnya berbeda
Tes dengan pembuatannya berbeda dapat berupa soal tes buatan guru, tes baku, dan soal-soal dalam buku pelajaran. Tes baku ialah tes yang telah dibuat oleh para ahli yang keabsahannya tidak disangsikan lagi. Sedangkan tes buatan guru biasanya sama dengan soal-soal dalam buku pelajaran. Sehingga baik tidaknya soal tes buatan guru itu baru menurut perkiraan dan validitas isinya baru pada validitas luar.
c)    Tes dengan sasaran berbeda
Tes dengan sasaran berbeda dapat berupa tes: formatif, sumatif, diagnostik, kecepatan, kekuatan, kemampuan, penempatan, seleksi, perolehan, inteligensi, pre-tes, pos-tes, EBTANAS, dan tes untuk melihat prosesnya.
Tes kecepatan digunakan untuk melihat kecepatan seseorang dalam menyelesaikan sesuatu. Tes kekuatan digunakan untuk menyelesaikan soal-soal yang sukar dalam tes dengan diberikan waktu yang sangat leluasa (misanya soal dapat dikerjakan dirumah atau boleh dengan membuka buku ketika ujian). Tes kemampuan digunakan untuk melihat kemampuan seseorang dalam studi untuk jenjang tertentu, misalnya tes untuk mengambil gelar doktor. Tes seleksi digunakan untuk menjaring sejumlah calon dengan tempat yang tersedia terbatas. Pre-tes dan pos-tes digunakan untuk melihat kemajuan siswa belajar dan sekaligus untuk melihat keberhasilan guru mengajar suatu satuan pelajaran. Pre tes diberikan sebelum siswa memperoleh pelajaran, sedangkan pos tes sesudahnya. Tes perolehan digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar siswa untuk waktu yang lebih lama, misalnya pada saat kenaikan kelas atau pada saat EBTANAS. Tes penempatan digunakan untuk menempatkan siswa pada tingkat kelas, sesuai dengan kemampuannya. Tes intelegensi berkenaan dengan ramalan keberhasilan belajar seseorang dikemudian hari. Tes intelegensi mi mengetes pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sebagainya yang dimiliki seseorang.
2).  Tipe dan Bentuk Tes
Terdapat dua tipe tes yaitu : tes uraian (essay) dan tes objektif.
a)    Tes Uraian (essay)
Soal-soal tes uraian pada umumnya ada pada buku pelajaran dan soal tes uraian berupa soal yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut penguraian sebagai jawabarL Dalam soal uraian siswa diminta untuk merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian. Soal-soal bentuk uraian, jika direncanakan dengan baik, sangat tepat untuk menilai proses berpikir seseorang serta kemampuannya mengekspresikan buah pikiran. Keunggulan dan kelemahan tes im dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:
Keunggulan Tes Uraian
Kelemahan Tes Uraian
•   Relatiflebihmudahpenyusunannya
•   Menimbulkan sifat kreatif pada diri    siswa
•   Proses siswa ketika menjawab soal-soal itu akan tampak
•   Tidak memberi kesempatan siswa untuk berspekulasi
•   Memberi   motivasi   siswa   untuk mengemukakan  pendapat  dengan bahasanya sendiri
•   Dapat   mengetahui   sejauh   mana penguasaan siswa terhadap suatu materi
•   Memeriksa hasil tes relatif sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama
•   Dalam         penilaian         mudah dipengaruhi unsur subjektivitas dari penilai
•   Kurang       representatif       dalam mewakili mated pelajaran, karena hanya terdiri dari beberapa butir soal
•   Pemeriksanya       hanya       dapat dilakukan oleh ahlinya
b)      Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang telah disediakan pilihan jawabannya. Tes objektif merupakan tipe yang sangat populer di dalam penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya pengoreksian terhadap jawaban yang diberikan. Macam-macam tes objektif tergantung kepada bentuknya; bentuk B-S (benar-salah), bentuk pilihan banyak, bentuk isian dan bentuk memasangkan (menjodohkan). Tes tipe objektif ada bermacam-macam, yaitu antara lain sebagai berikut:
i.        Bentuk Benar-Salah
Tes benar salah adalah suatu bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan (Sudjana, 2004:264). Sebagjan dari pemyataan itu merupakan pemyataan yang benar dan sebagian lain merupakan pernyataan yang salah. Tes ini merupakan tes yang butir pertanyaannya (pernyataannya) dijawab dengan memilih salah satu pilihan jawaban yaitu B (Benar) atau S (Salah). Keunggulan dan kelemahan tes rni dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:
Keunggulan tes bentuk benar-salah
Kelemahan tes bentuk benar-salah
• Dapat dipakai untuk berbagai
• Kebenaran pemyataan itu
   bidang studi dan keadaan
   diragukan (ambiguity)
• Waktu tesrelatif singkat
• Penggunaannya terbatas
• Materi yang diwakili oleh soal-soal
• Faktor terka menerka.
  yang ditanyakan bisa banyak sekali.


Beberapa saran dalam menyusun tes bentuk benar-salah diantaranya adalah: pernyataan harus jelas benar atau salah, hindari penentu spesifik misalnya semua dan tidak pernah, hindari pemyataan negatif, dan gunakan kalimat sederhana. Secara teknis disarankan untuk membuat jumlah butir yang cukup banyak, soal benar dan salah seimbang, dan urutan soal tidak berpola.

ii.       Bentuk Pilihan Banyak
Dalam tes bentuk pilihan banyak, siswa diminta untuk memilih jawabanyang benar dari jawaban yang disediakan. Soal bentuk pilihan banyak sering digunakan, terutama untuk matematika.
Dilihat dari strukturnya bentuk soal pilihan banyak terdiri atas:
·                Stem          : suatu   pertanyaan /pemyataan   yang   berisi permasalahan    yang akan ditanyakan
·                Option       : sejumlah pilihan/altematif jawaban
·                Kunci         : jawaban yang benar/paling tepat
·                Distractor  : jawaban-jawaban lain, selain kunci (Sudjana, 2004267)





Keunggulan dan kelemahan tes ini dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:
Keunggulan  tes   bentuk  pilihan banyak
Kelemahan tes bentuk pilihan banyak
•   Faktor    terka-menerka        relatif     lebih kecil
•   Dapat dipakai untuk mengukur   berbagai tujuan kurikuler
•   Tidak   mengandung   jawaban     ini   masih   sukar   untuk  dapat yang       dapat      dimaknakan  bermacam-macam
•   Siswa dapat memperoleh jawaban yang benar tanpa melakukan sesuai dengan yang diminta
 •   Bagaimanapun fleksibelnya bentuk kini  masih mengungkapkan kemampuan membuktikan, melukis, kreativitas kemampuan membaca, penemuan, pemecahan masalah, dll.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam menyusunnya adalah: gunakan kalimat positif, hindari kata kunci, hindari hubungan antar butir, dan jawaban diacak.

iii.    Bentuk Isian (Jawaban Singkat)
Dalam tes objektif bentuk isian, siswa diminta untuk melengkapkan kalimat sehingga menjadi benar. Yang diisikan haras sesingkat mungkin. Tes bentuk jawaban singkat atau isian ini merupakan jenis tes uraian dimana jawaban hanya pendek saja yang ditempatkan diakhir kalimat pernyataan atau ditengah kalimat. Bentuk tes jawaban singkat ini menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Keunggulan dan kelemahan tes ini dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:

Keunggulan tes bentuk isian
Kelemahan tes bentuk isian
•   Faktor terka-menerka kecil
•   Penilaian dapat objektif
•   Dapat mencakup banyak      materi
•   Jawaban   soal   yang   ditanyakan dapat tidak ambiguity.
•   membuat soal yang jawabannya hanya sebuah itu sukar
•   untuk mengukur proses berpikir yang  mendalam  dan  penalaran sukar.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tes bentuk isian adalah: jawaban haras dibatasi, hanya ada 1 jawaban benar, titik-titik diletakkan diujung kalimat atau ditengah kalimat, nyatakanlah satuannya jika dibutuhkan.

iv.  Bentuk Memasangkan (Menjodohkan)
Tes Memasangkan merupakan variasi dari tes pilihan ganda. Pada soal bentuk memasangkan, terdapat satu set soal dan jawabannya, siswa diminta untuk memasangkannya. Dalam bentuk yang paling sederhana jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan dibuat lebih banyak daripada soalnya, agar mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan hanya menebak. Keungguian dan kelemahan tes ini dapat diperhatikan pada tabel berikut ini:
Keunggulan tes memasangkan
Kelemahan tes memasangkan
•   Waktunya relatif singkat
•   Banyak pertanyaan dapat diajukan sehingga   dapat   mengukur   ruang lingkup bahasan yang lebih luas
•   Faktor terka-menerka kecil
•   Penilaiannya mudah dan objektif.
•   Sukar untuk menentukan materi/pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang berhubungan
•   Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan pada fakta dan hafalan saja.

Beberapa ketentuan menyusunnya diantaranya adalah : materi sebaiknya homogen, jumlah jawaban lebih banyak dibanding soal, petunjuk jelas, menggunakan simbol yang berlaianan untuk pertanyaan dan jawaban, dan ditulis dalam halaman yang sama.
Berdasarkan uraian di atas, keunggulan dan kelemahan tes tipe objektif secara menyeluruh adalah sebagai berikut:

Keungguian Tes Objektif
Kelemahan Tes Objektif
•   Lebih representatif mewakili isi dan banyaknya materi/bahan
•   Lebih objektif dalam penilaian
•   Lebih      mudah      dan      cepat memeriksanya
•   Waktu   yang   diperlukan   untuk memeriksa jawaban siswa relatif singkat
•   Pemeriksaan   hasil    tes    dapat dibantu oleh orang lain
•   Soal-soal  lebih  mungkin  dapat  dipakai ulang
•  Dibutuhkan persiapan penyusunan tes yang relatif lebih sulit dibandingkan tes uraian
•  Proses berpikir anak tidak bisa diukur
•  Sifat kreatif siswa akan cenderung menumpul
•  Beberapa  aspek  kemampuan  tidak bisa atau sukar diungkapkan
•  Banyak kesempatan untuk untung-untungan

2.    Non Tes
Non tes adalah sejumlah pertanyaan atau peryataan yang digunakan untuk pengumpulan data, data yang dikumpulkan bisa berapa fakta, pendapat, kesan, harapan, sikap, sikap wajar, dan sebagainya, karena tidak semua hasil belajar dapat diukur dengan tes. Data-data itu dapat diperoleh melalui angket, wawancara, observasi, skala (skala penilaian, skala sikap, skala minat), studi kasus, dan portofolio. Kuesioner dan wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai aspek kognitif seperti pendapat atau pandangan seseorang serta harapan dan aspirasinya di samping aspek afektif dan perilaku individu. Skala.bi-sa digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minat serta aspek kognitif seperti skala penilaian. Observasi pada umum­nya digunakan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang komprehensif mengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Catatan kumulatif digunakan untuk mem­peroleh data dan informasi yang mendalam dan menyeluruh mengenai individu yang dilakukan terus-menerus sehingga diperoleh data dan infor­masi yang komprehensif. Kelebihan nontes dari tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoris.
a.   Wawancara
       Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung de­ngan siswa sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehing­ga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan yyang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi. Sebaliknya, jawaban yang belum jelas bisa diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban siswa.
       Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawan­cara bebas (tak berstruktur). Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga siswa tinggal mengategorikannya kepada alternatif jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan pada wa­wancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa bebas menge­mukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam menganalisisnya sebab jawabannya bisa beraneka ragam. Hasil atau jawaban siswa tidak bisa ditafsirkan langsung, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-dimensi jawaban, sesuai dengan aspek yang diungkapkan.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawan­cara, yaitu:
1.    Tahap awal pelaksanaan wawancara, bertujuan untuk mengondisikan situasi wa­wancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehing­ga siswa tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pen­dapatnya secara bebas dan benar atau jujur.
2.    Penggunaan per­tanyaan, Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara membacakan pertanyaan dan, kalau perlu, alternatif jawaban secara berstruktur, pewawancara membacakan pertanyaan dan, kalau perlu, alternatif jawabannya. Siswa diminta mengemukakan pendapatnya, lalu pendapat siswa diklasifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang telah ada. Bila wawan­cara tak berstruktur, baca atau. ajukan pertanyaan, lalu siswa diminta menjawabnya secara bebas
3.    Pencatatan hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawan­cara berstruktur cukup mudah sebab tinggal memberikan tanda pada al­ternatif jawaban, misalnya melingkari salah satu jawaban yang ada. Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat pokok-pokok isi jawaban siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawa­ban apa adanya dari siswa, jangan tafsiran pewawancara atau ditambah dan dikurangi.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawanca­ra. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar) atau mengetahui pendapat siswa mengenai kemampuan mengajar yang di-lakukan guru (proses belajar-mengajar).
2.         Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara. Aspek yang diungkap diurutkan secara sistematis mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks dari yang khusus menuju yang umum, atau dari yang mudah menuju yang sulit.
3.         Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk ber­struktur ataukah bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua ben­tuk tersebut. Misalnya untuk beberapa aspek digunakan pertanyaan berstruktur, dan untuk beberapa aspek lagi dibuat secara bebas.
4.   Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni membuat pertanyaan yang berstruktur dan atau yang bebas. Pertanyaan jangan terlalu banyak, cukup yang pokok-pokoknya saja.
5.         Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman untuk wawancara berstruktur maupun untuk wawancara bebas.
b.   Kuesioner (Angket)
Angket adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang diharapkan terungkapkan (Ruseffendi, 1991). kuesioner sifatnya lebih praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya iaiah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam yang memungkinkan siswa berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua macam, yakni kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner tersebut hampir sama dengan wawancara.
Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan kepada siswa, yang setelah diisi lalu dikumpulkan lagi. Ada juga yang dikirim melalui pos. Cara kedua belum menjamin terkumpulnya kembali sesuai dengan jumlah yang dibagikan. Oleh karena itu, sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang diperlukan.
Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga ditranformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan data interval. Caranya ialah dengan jalan memberi skor terhadap setiap jawaban berdasarkan kriteria tertentu.
Langkah-langkah penyusunan  kuesioner (angket)
1.   Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan   maksud dan tujuannya.
2.    Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau perlu, diberikan contoh.
3.   Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden. Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas cukup mengungkapkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kue­sioner.
4.   Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
5.    Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran.
6.    Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. Hindari penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau persoalan yang sama.
7.    Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, atau rumusannya ti­dak lebih panjang daripada pertanyaan.
9.    Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
10. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya
c.    Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan perhatian, dll. yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Dalam uraian ini hanya akan dijelaskan skala penilaian (rating sca­le) dan skala sikap.
1.   Skala penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A, B, C D), angka (4, 3, 2, 1), atau 10, 9, 8, 7, 6, 5.Sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif jawaban (A, B, C, D). Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas penilai hanya memberi tanda cek (V) dalam kolom rentangan nilai. Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses mengajar pada guru, proses belajar pada siswa, atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti keterampilan, hubungan sosial sis­wa, dan cara memecahkan masalah.
Langkah-langkah penyusunan skala penilaian:
a)    Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai.
b)   Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen ini.
c)    Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan, misalnya nilai angka atau kategori.
d)    Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat yang singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.
e)    Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian ini.

Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam bentuk rentangan nilai tetapi hanya mendiskripsikan apa adanya, disebut daftar cek checklist. Dalam daftar cek jawaban dikategorikan misalnya ada, tidak ada, atau dilakukan, tidak dilakukan, dan kata-kata lain yang sejenis. Hal-hal lainnya sama dengan skala penilaian, baik cara menyusunnya, bentuk-bentuknya, maupun pengolahan dan interpretasinya.
2.   Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseo­rang terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Da­lam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju, Skor yang diberikan terhadap pilihan tersebut bergantung pada penilai asal penggunaan-nya konsisten.  Skor untuk pernyataan positif dan pernyataan negatif adalah kebalikannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun skala Likert:
a)    Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut.
b)   Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
c)    Dari setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan si­kap yang diinginkan.
d)   Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seim-bang banyaknya.

d.   Observasi
       Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan un­tuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada wak­tu mengajar.
Terdapat 3 macam observasi yaitu: observasi partisipan (pengamat melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan responden), observasi sistematik (faktor-faktar yang diamati telah terdaftar sebelumnya dan pengamat berada diluar kegiatan responden), dan observasi eksperimen (pengamat tidak berpartisipasi dalam kegiatan responden tetapi mengendalikan situasi agar sesuai dengan tujuan penilaian). Butir pemyataan untuk pengamatan disusun dalam bentuk Lembaran Pengamatan yang tersusun secara sistematis dan berurutan sehingga basil pengamatan merupakan kesimpulan yang benar. Berhasil tidaknya observasi sebagai alat pengumpul data bergantung kepada observer atau pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh sebab itu memilih pengamat yang cakap, mampu dan menguasai segi-segi yang diamati sangat diperlukan.
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi :

a)    Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku.

b)   Rumusan tingkah laku terse­but harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatnya.

c)  Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak) atau pe­doman yang berstruktur (memakai kemungkinan jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melaksanakan observasi nanti.

d)  Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman obser­vasi yang telah dibuat dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.

e)    Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya disediakan catatan khusus atau komentar peng­amat di bagian akhir pedoman observasi.


e.    Portofolio
Portofolio siswa adalah adalah kumpulan sistematis dari hasil karya atau tugas siswa yang menggambarkan perkembangan hasil belajar siswa. Penilaian terhadap portofolio siswa bermanfaat untuk mengetahui kemajuan yang dicapai siswa dalam kompetensi dasar tertentu dan berdasar hasil karya siswa dapat didiagnosis kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
Tujuh unsur kunci dalam pelaksanaan penilaian dengan portofolio   yaitu:  
(1)   Mengkondisikan   siswa   agar   memahami   makna portofolio dalam hubungannya dengan kemajuan dan pencapaian hasil belajamya,
(2)   Menentukan topik pekerjaan siswa yang hasilnya akan dikoleksi sebagai portofolio,
(3)   Mengumpulkan dan menyimpan hasil pekerjaan siswa yang dipilih sebagai portofolio,
 (4) Memilih kriteria untuk menilai hasil pekerjaan siswa yang akan dijadikan portofolio. Catatan: penilaian dapat dilakukan secara analitik, holistik atau kombinasi keduanya,
 (5) Mendorong dan membantu siswa agar selalu mengevaluasi dan memperbaiki hasil-hasil portofolio mereka,
 (6) Menjadwalkan dan melaksanakan pertemuan portofolio dengan siswa, dan
 (7) melibatkan orang tua dan unsur lain terkait dalam kegiatan penilaian dengan portofolio.

J. Contoh Instrumen Penilaian  Pada Pembelajaran Matematika SMP
1.    Instrumen Penilaian Ranah Kognitif
Bentuk soal yang digunakan dalam penilaian pada ranah kognitif adalah soal objektif, soal uraian, dan soal terbuka.

Contoh soal objektif
Contoh 1.
Kompetensi Dasar       :  Menggunakan konsep kesebangunan dua bangun
Indikator                      :  Memecahkan masalah yang melibatkan konsep kesebangunan
Soal                              :  Pilihlah satu jawaban yang tepat dengan caramemberi tanda silang pada huruf di depan jawaban yang dipilih.
Pada gambar di bawah ini A ABC sembarang, A BCD dan A ACE samasisi. Pasangan segitiga yang kongruen adalah ...
a.   AACFdanAABF
b.   ABDFdanACDF
c.    AECBdanAACD
d.   AABDdanAACD

Contoh soal uraian
Kompetensi Dasar Indikator    :  Menyelesaikan persamaan kuadrat
Soal                                           :  Mencari akar-akar persamaan kuadrat menggunakan rumus abc. Persamaan kuadrat x2 - 2x - 15 = 0 mempunyai dua akar nyata dan berlainan. Gunakan rumus abc untuk mencari akar-akar persamaan itu dengan menuliskan bagaimana cara Anda menemukan kedua akar itu.
Contoh soal terbuka
a.  Lukislah tiga jaring-jaring kubus yang berbeda bentuknya. Panjang rusuk kubus pada ketiga jaring-jaring itu sama. Hitunglah keliling setiap jaring-jaring kubus yang Anda lukis. Apa pendapat Anda tentang keliling jaring-jaring kubus yang Anda lukis itu?
b. Tiga buah kubus masing-masing ukuran rusuknya berbeda. Lukislah ketiga jaring-jaring kubus itu. Berapa keliling masing-masing jaring-jaring kubus itu? Apa pendapat Anda tentang keliling jaring-jaring kubus yang Anda lukis itu?
2.    Instrumen Penilaian Ranah Psikomotor
Penilaian terhadap kemampuan psikomotor siswa dalam belajar matematika dapat dilakukan dengan kombinasi tes dan pengamatan. Tes psikomotor berguna untuk mengukur keterampilan siswa melakukan kinerja tertentu. Tes psikomotor dapat berupa: (1) tes tertulis (paper and pencil test), (2) tes identifikasi, (3) tes simulasi, dan (4) tes contoh kerja (work sample). Khusus untuk ranah psikomotor, teknik pengamatan yang lazim dikenal sebagai teknik penilaian non tes dilakukan pula dalam kerangka kegiatan tes. Dalam kegiatan tes psikomotor, pengamatan berperan pada saat dilakukan tes psikomotor yang tidak tertulis. Apapun cara yang dipilih guru dalam mengukur kemampuan psikomotor siswa pada proses maupun hasil belajar tidak boleh lepas dari unsur pengamatan terhadap kinerja nyata tiap siswa pada ranah psikomotor.
Mengingat bahwa kemampuan psikomotor dalam belajar matematika tak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitifnya maka soal-soal tes yang digunakan untuk menilai kemampuan psikomotor dapat terintegrasi dengan soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif.
Pada tes psikomotor harus ada pedoman penyekoran yang menguraikan aspek yang perlu dinilai dan cara penilaiannya. Untuk itu diperlukan lembar penilaian. Untuk kegiatan pengamatan terhadap kemampuan psikomotor siswa diperlukan lembar pengamatan. Pada lembar pengamatan itu harus didefinisikan  hal-hal  (aspek)  menyangkut  psikomotor yang  diharapkan muncul dari siswa selama proses penilaian.
Contoh soal untuk mengukur kemampuan psikomotor
Kompetensi Dasar      : Mengenal sifat-sifat dan melukis segitiga
 Indikator                    : Melukis segitiga samakaki dan samasisi dengan jangka dan penggaris.
Soal                             : Lukislah sebuah segitiga samakaki dan sebuah segitiga sama sisi
dengan jangka dan penggaris.

Pedoman penyekoran:
No
Aspek Psikomotor yang Dinilai
Pemberian Sekor
1.
Cara memegang jangka dan penggaris (didampingi pengamatan)
Untuk tiap aspek yang dinilai: Skor = 5, bila dilakukan sangat tepat Skor = 4, bila dilakukan tepat Skor = 3, bila dilakukan agak tepat Skor = 2, bila dilakukan tidak tepat Skor = 1, bila dilakukan sangat tidak tepat
2.
Penggunaan penggaris sesuai fungsinya (didampingi pengamatan)


3.
Penggunaan jangka dalam fungsinya (didampingi pengamatan)


4.
Kebenaran gambar/lukisan


5.
Ketepatan goresan gambar/lukisan


6.
Kerapian gambar/lukisan


Sebagai soal tes pada ranah psikomotor, soal tersebut juga merupakan soal untuk tes pada ranah kognitif. Siswa tidak akan berhasil melukis segitiga dengan baik bila belum paham ciri-ciri segitiga samakaki dan samasisi. Langkah melukis akan dilakukan dengan baik bila disertai pengetahuan tentang apa yang dilukis.
Contoh lembar pengamatan penilaian psikomotor
LEMBAR PENILAIAN PSIKOMOTOR
Mata Pelajaran/Kelas         : Matematika/ IX
Standar Kompetensi          : 3. Mengidentifikasi garis, sudut dan bangun datar serta
dapat menentukan besaran-besaran yang ada di daiamnya.
Kompetensi dasar              :  Mengenali sifat-sifat dan melukis segitiga
Indikator                            : Melukis segitiga samakaki dan samasisi dengan jangka dan   penggaris
Soal                                    : Lukislah sebuah segitiga samasisi dan sebuah segitiga    sama kaki. Panjang sisi-sisi segitiga tidak ditentukan.
NO
Nama Siswa
Aspek penilaian
Keterangan sekor
Cara
menggu
nakan
jangka
Cara menggu-nakan pengga­ris
Akurasi goresan lukisan
Kebe-naran lukisan
Kerapi
an
lukisan
Jum-
lah
sekor
Skor 5 =
dilakukan sangat tepat Skor 4 = dilakukan tepat Skor 3 = dilakukan agak tepat Skor 2 = dilakukan tidak tepat Skor1 =
dilakukan sangat tidak tepat Skor maksimal = 25
Skor minimal = 5 Jumlah skor dapat ditransfer ke nilai dengan skalaOs.d. 100 atau Os.d. 10
1.
Dewi Laksmi
4
4
3
5
4
20
2.
Hera












3.
Yeni












4.
Ismail












5.
Mawar












6.
Veri












7.
Ve












8.
Dicky












9.
Kia












10.
Icha












11.
Romi












12.
Rini




























30
Astuti













3.    Instrumen Penilaian Ranah Afektif
Kemampuan pada ranah afektif dapat dinilai melalui laporan diri siswa (misalnya dengan angket) dan pengamatan oleh guru. Data hasil penilaian afektif sangat berguna untuk menentukan usaha pembinaan terhadap siswa agar meningkat hasil belajarnya. Selain itu juga berguna untuk memperbaiki proses pembelajaran. Komponen afektif juga ikut menentukan keberhasilan belajar matematika siswa. Ada beberapa komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap, minat, konsep diri dan nilai (keyakinan).


Kompetensi                :            13. Memahami dan menggunakan persamaan kuadrat dalam pemecahan masalah Penilaian afektif dilakukan pada proses dan setelah proses pembelajaran standar kompetensi selesai
1. Penilaian afektif pada proses pembelajaran:
Tujuan                         :            Memperoleh status afektif siswa pada proses belajar standar kompetensi 13.
 Teknik penilaian         : Pengamatan (sistematis dan bertahap)
Alternatif contoh aspek yang dinilai antara lain sebagai berikut.
a.    Ketepatan kehadiran di kelas                              g. Kegigihan dalam menyelesaikan soal
b.    Ketepatan waktu menyelesaiakan tugas             h. Kejujuran mengerjakan ulangan harian (menyontek atau tidak)
c.    Partisipasi dalam kerja kelompok
d.    Sumbang saran dalam diskusi kelas
e.    Inisiatif bertanya/rasa ingin tahu
f.    " Kepercayaan diri menjawab
Setelah aspek-aspek yang akan dinilai dipilih, kemudian dituangkan dalam lembar pengamatan afektif.

Contoh lembar penilaian afektif:
LEMBAR PENILAIAN AFEKTIF
Mata Pelajaran/Kelas              :  Matematika/IX
Standar Kompetensi               :  13. Memahami dan menggunakan persamaan kuadrat dalam pemecahan masalah
Periode Waktu Pengamatan    :  20 April s.d 10 Mei 2005
NO
Nama Siswa
Aspek penilaian
Ketepatan waktu kehadiran saat pelajaran berlangsung
Ketepatan waktu
menyelesaiakn
tugas-tugas
Partisipasi
dalam kerja
kelompok
Sumbang saran dalam diskusi kelas
Kejujuran saat mengerjakan ulangan harian




1.
Dewi Laksmi
A
A
B
B
B




2.
Hera














3.
Yeni














4.
Ismail














5.
Ma war














Catatan: Nilai afektif dari pengamatan dapat berupa angka (0 s.d.100 atau 0 s.d. 10) atau huruf (A, B, C). Pada akhimya nilai afektif dinyatakan secara kualitatif, misalnya: tinggi, sedang, rendah atau amat baik, baik, kurang atau positif, netral, negatif.
 2.      Penilaian afektif setelah proses pembelajaran:
Tujuan                          :  Memperoleh   masukan   tentang afektif siswa terhadap proses pembelajaran standar kompetensi memahami dan  menggunakan persamaan kuadrat dalam pemecahan masalah
Manfaat                       :  Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran dan pembinaan siswa secara kolektif (kelas)
Teknik Penilaian        :   Pengisian angket oleh siswa secara anonim.
Pernyataan dalam angket dapat dinyatakan dengan skala pengukuran sikap Thurstone, Likert, beda semantik.
Alternatif contoh butir soal/pernyataan pada angket.
•  Dinyatakan dengan skala pengukuran THURSTONE:
Petunjuk: Berilah tanda V sesuai angka yang Anda pilih pada tiap pernyataan berikut ini. Sernakin besar angka yang Anda pilih berarti keadaan atau pendapat Anda sernakin sesuai dengan pernyataan di sebelah kirinya.
1
2
3
4
5
6
7
1.
Saya menyukai pelajaran persamaan kuadrat














2.
Proses belajar persamaan kuadrat menyenangkan














3.
Saya setuju bahwa belajar persamaan kuadrat akan banyak gunanya














4.
Saya merasa mudah memahami persamaan kuadrat














5.
Saya selalu mengerjakan soal-soal persamaan kuadrat dengan tekun














6.
Saya tertantang untuk mengetahui persamaan kuadrat lebih dalam lagi















•  Dinyatakan dengan skala pengukuran LIKERT:

Petunjuk: Berilah tanda V di bawah kata SS, S, TS atau STS pada tiap pernyataan berikut ini sesuai dengan keadaan atau pendapat Anda. SS = sangat setuju S = setuju TS=Tidak setuju STS=sangat tidak setuju
SS
S
TS
STS
1.
Saya menyukai pelajaran persamaan kuadrat








2.
Proses belajar persamaan kuadrat menyenangkan








3.
Belajar persamaan kuadrat tidak banyak gunanya








4.
Saya merasa mudah memahami persamaan kuadrat








5.
Saya selalu mengerjakan soal-soal persamaan kuadrat dengan tekun








6.
Saya tertantang untuk mengetahui persamaan kuadrat lebih dalam lagi









Dinyatakan dengan skala beda semantik:

Petunjuk: Angka 1 s.d. 5 menunjukkan tingkat keadaan berurutan yang dicerminkan oleh kata (kat) di sebelah kiri menuju kata (kata) di sebelah kanan. Lingkarilah angka pada pernyataan berikut ini sesuai dengan pendapat atau keadaan Anda masing-masing.
Pelajaran tentang persamaan kuadrat
menyenangkan
1
2
3
4
5
membosankan
menarik proses belajarnya
1
2
3
4
5
menjemukan proses belajarnya
banyak gunanya
1
2
3
4
5
sia-sia
mudah
1
2
3
4
5
sulit
perlu dipelajari
1
2
3
4
5
tidak perlu dipelajari
menantang
1
2
3
4
5
tidak menantang
Untuk mendapatkan data tentang afektif siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dirancahg guru, pada angket dapat disertakan pertanyaan tentang macam kegiatan yang belajar yang disukai dan tidak disukai oleh siswa.
Manakah diantara proses belajar persamaan kuadrat yang telah Anda ikuti seperti berikut ini yang Anda sukai?. Berikan pilihan Anda dengan melingkari angka di depan pernyataan yang Anda pilih. Anda boleh memilih lebih dari satu pernyataan.
1. Proses pengantar/pendahuluan belajar oleh guru             6. Mengikuti diskusi kelas saat presentasi
2. Mencermati klarifikasi pembahasan oleh guru                7. Menyelesaikan tugas individu
3. Proses interaksi dan tanya jawab antara guru-siswa         8. Menyelesaikan tugas di kelompok
4. Proses interaksi dan tanya jawab antara siswa-siswa       9. Menjawab kuis secara tertulis
5. Mengerjakan ulangan harian                                                10.Menjawab kuis secara lisan

Catatan: Banyaknya pemilih pada tiap pernyataan menunjukkan tingkat disukai atau kemenarikan dari kegiatan belajar yang sesuai dengan pernyataan. Semakin banyak pemilih berarti kegiatan lebih disukai atau menarik.

K. Kesimpulan

Penilaian berbasis kompetensi adalah penilaian yang dilakukan mencakup semua kompetensi dasar baik ranah afektif, kognitif dan psikomotor dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan yang dicapai dan kebebasan penguasaan tiap kompetensi dasar dari tiap siswa. Instrumen penilaiannya dikembangkan dengan mengacu pada indikator-indikotor yang ditetapkan.
Penilaian pembelajaran terhadap kompetensi siswa mencakup penilaian proses dan pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung pada setiap pertemuan demi pertemuan sampai selesai satu kompetensi dasar oleh siswa. Penilaian hasil pembelajaran dilakukan minimal setelah satu kompetensi dasar dipelajari.
Dengan terus mencermati hasil-hasil penilaian proses pembelajaran dengan diikuti tindaklanjut yang tepat diharapkan terbangunnya kompetensi siswa akan lancar.

















L. Referensi
Cartono dan Sutarto, U.T. G. (2006). Penilaian hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman pengembangan silabus. Jakarta: Depdiknas Republik Indonesia.
            . (2004). Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas Republik Indonesia.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Sanjaya,W. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Sudjana, N. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakaraya.

1 komentar:

  1. Casino - DrmCD
    Free Slot 논산 출장샵 Machine Games by 세종특별자치 출장안마 Pragmatic Play | 96.59% RTP | 96.59% 성남 출장안마 RTP | Released on 02 Mar 2021. Download 울산광역 출장안마 casino games and enjoy playing 평택 출장샵 in your browser for free!

    BalasHapus